MEMBANGUN CITRA
Citra merupakan hal terpenting
yang harus dimiliki oleh setiap individu, kelompok, organisasi, ataupun
perusahaan. Setiap individu, kelompok, ataupun organisasi dapat membangun
citranya agar dapat dipandang baik oleh orang lain ataupun masyarakat. Menurut Melewar,
(2003); Hatch & Schultz, (1997) citra didalam sebuah
organisasi adalah hal yang mengacu pada bagaiamana para pemangku kepentingan
didalam sebuah perushaan tersebut dapat memanifestasikan dirinya didalam
perusahaan itu sendiri (Gurses & Kilic, 2013)
Citra didalam diri seseorang ataupun sebuah organisasi tidak
akan lepas dari sebuah persepsi dari orang lain atau masyarakat. Citra juga
dapat dikatakan sebagai kebenaran ataupun kebohongan di dalam diri seseorang
ataupun organisasi itu sendiri, karena citra berada diantara realita dan
persepsi yang dikontruksikan oleh orang lain ataupun masyarakat (Mayer, 2004).
Maka citra itu sendiri tidak semerta-merta ada begitu saja tetapi
didalam sebuah citra terdapat atribut-atribut yang membentuk citra itu sendiri
secara umum, selain itu atribut yang ada dalam membentuk sebuah citra juga
didukung oleh banyak faktor salah satunyanya adalah stakeholder, jika sebuah organisasi dapat membangun sebuah citra
dengan baik maka akan ada hubungan baik antara organisasi dengan stakeholder (stakeholder relations). Kemudian didalam sebuah organisasi terdapat
kelompok-kelompok yang terdiri dari setiap individu-individu, dan citra yang
positif dalam perusahan atau organisasi dibangun dan didukung oleh komunikasi yang baik antar individu didalamnya
(internal communication).
Menurut Anggoro (2001) citra atau reputasi yang positif
dalam sebuah organisasi jika didalamnya terdiri dari : (1) Terjalin hubungan
yang baik dengan para pemuka masyarakat, (2) Terjalin hubungan yang baik dengan
pemerintah setempat, (3) Rasa bangga dalam lingkup organisasi dan khalayak
setempat, (4) Menjalin hubungan baik baik eksternal maupun internal dengan
masyarakat dan saling pengertian, (5) Meningkatnya loyalitas karyawan kepada
perusahaan (Satlita, 2010).
a. Proses Membangun Citra
Proses merupakan tahapan yang harus dilalui
jika kita ingin mewujudkan sesuatu, terutama dalam membangun sebuah citra. Berikut
ini adalah sebuah metode atau proses yang dapat digunakan oleh banyak
organisasi untuk
mengelola atau membentuk sebuah citra (Argenti, 2005, h.87-92):
1.
Lakukan Audit Identitas
Audit Identitas dilakukan agar sebuah
perusahaan mendapatkan pemahaman yang dalam mengenai organisasi, untuk
mendekatkan realita dari perspektif-perspektif
para manajer di dalam
dan mencocokannya dengan persepsi dari konsituen kunci. Audit Identitas ini dapat didukung dengan
berbagai cara dan survey yang dapat
dilakukan didalam sebuah perusahaan diantaranya mengulas literatur perusahaan,
iklan, peralatan kantor, produk, layanan, dan fasilitas. Selain itu para auditor juga dapat melakukan riset
mendalam tentang persepsi-persepsi di antara konstituen-konstituen yang paling
penting (Argenti, 2005, h.87).
2.
Tentukan Tujuan Identitas
Memiliki tujuan identitas yang jelas adalah
hal yang harus dimiliki oleh sebuah perusahaan. Tujuan dari sebuah perusahaan
dapat disamapaikan oleh manajemen senior, dimana manajemen senior harus dapat
menjelaskan bagaiamana setiap lini dari perusahaannya dapat berperan aktif dari
sebuah tugas yang didelegasikan kepada setiap individu dari sebuah perusahaan.
Dengan memiliki tujuan yang jelas dari sebuah perusahaan maka perusahaan
tersebut dapat mencapai apa yang diinginkan oleh perusahaan tersebut (Argenti,
2005, h.88).
3.
Kembangkan Desain dan Nama
Sebuah perusahaan tidak akan pernah lepas
dari sebuah nama, merek atau brand,
dan logo ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Karena dengan nama, brand,
dan juga logo masyarakat akan mudah mengenali dan mengidentifikasi perusahaan
kita.
Tetapi dalam pemberian nama, brand, dan logo juga harus diperhatikan
bahwa sebuah perusahaan tidak boleh melakukan pelanggaran merek dagang dan
nama. Perusahaan juga perlu memastikan bahwa logo harus merefleksikan realita
perusahaan dengan akurat dan harus mempertimbangkan modifikasi-modifikasi jika
logo tidak sesui dengan citra perusahaan (Argenti, 2005, h.90).
Brand
image untuk
sebuah produk di dalam
sebuah perusahaan sangatalah penting, brand
image ini ada kaiatannya dengan manajemen
pemasaran dimana sebuah perusahaan dapat memepertimbangkan beberapa aspek untuk
membuat citra produk dan perusahaan tersebut, seperti jumlah penjualan yang
ingin dicapai, implementasi produk yang dimana implemantasi produk ini
dilakukan diakhir jika produk sudah siap dipasarkan dan control terhadap brand itu sendiri (Park, Whan, Jaworski,
Bernard, MacInnis, Deborah, 1986).
Dalam mengembangkan sebuah desain, nama,
dan brand sebuah produk dalam
melakukan sebuah manajemen konsep brand
diantaranya adalah: (1) Pengenalan produk tersebut, (2) Elaborasi produk,
disini hal yang difokuskan adalah kepada nilai brand image tersebut, (3) Pertahanan, dimana setelah melewati
proses pengenalan dan elaborasi produk maka yang terakhir dilakukan adalah
mempertahankan brand didalam lingkungan
masyarakat (Park, Whan, Jaworski, Bernard, MacInnis, Deborah, 1986).
4.
Kembangkan Prototipe
Prorotipe digunakan sebuah perusahaan untuk
menunjukkan bagaimana citra merek atau brand
yang digunakan didalam produk dalam
sebuah perusahaan. Setelah desain akhir dan disetujui oleh semua pihak yang
terlibat didalam sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut harus terus
malakukan modifikasi-modifikasi dari nama atau brand agar citra dari produk dapat dipertahankan dengan baik
(Argenti, 2005, h.90).
5.
Luncurkan dan Komunikasikan
Setelah tahap-tahap yang dipaparkan mulai
dari melakukan Audit Identitas, menentukan Tujuan Identitas, mengembangkan
Desain dan Nama, dan mengembangkan Prototipe, maka langkah selanjutkan adalah
melakukan peluncuran sebuah produk ataupun kegiatan dari sebuah perusahaan
tersebut.
Didalam hal ini peran seorang Public
Relations atauu PR sangat dibutuhkan bagaimana PR dapat menghubungkan
perusahaan dengan masyarakat luas, bagaiamana PR dapat menjelaskan detail dari
setiap produk yang dibuat mauapun kegiatan yang dilakukan perushaan untuk
masyarakat, dan bagaimana PR dapat menjelaskan strategi di belakang program
tersebut (Argenti, 2005, h.91).
6.
Implementasi Program
Proses terakhir yang dilakukan sebuah
perusahaan agar citranya dapat dipandang positif oleh masyarakat adalah
melakukan implementasi program. Bagaimana sebuah brand dapat diterima dimata
masyrakat itu sendiri. Program implementasi identitas itu sendiri merupakan
sebuah proses komunikasi yang melibatkan banyak kecerdasan antarpersonal dan
sebuah pendekatam yang terkoordinasi untuk berurusan dengan banyak kostituen
(Argenti, 2005, h.93).
b. Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Membangun Citra
Dalam berdirinya sebuah perusahaan ataupun organisasi tentu
didalamnya aka ada banyak hal yang dipertimbangakan dalam membentuk sebuah
perusahaan itu sendiri dianataranya hal yang harus diperhatiakan atau faktor yang mempengaruhi dalam membentuk
sebuah citra dalam perusahaan adalah (Argenti, 2005, h.81-86) :
1.
Adanya Visi yang dapat
menginspirasi
Visi dari sebuah perusahaan itu sendiri adalah garis umum
yang dapat dirasakan semua karyawan, yang meliputi nilai-nilai inti perusahaan,
filosofi, standar, dan tujuan dari perusahaan itu sendiri (Argenti, 2005,
h.81).
2.
Nama ataupun Logo
Nama atau logo juga menjadi salah satu faktor pendukung yang
penting didalam berdirinya sebuah perusahaan ataupun organisasi. Merek atau
brand juga menjadi tag identifikasi yang
memungkinkan kita untuk mengukur apa pun yang ada disekitar kita dengan cepat
dan mudah. Branding merupakan salah satu kompenen terpenting dari program
menejemnen citra (Argenti, 2005, h.82)
3.
Presentasi diri yang konsisten
dan terintegrasi
Presentasi diri yang konsisten dan terintegrasi merupakan
satu kesatuan dari berbagai unsur yang ada dalam menunjang berdirinya sebuah
perusahaan dan terbentuknya citra sebuah perusahaan. Visi dari sebuah
perusahaan, merek atau brand, dan juga sikap karyawan harus dapat
mempresentasikan sebuah perusahaan, dengan unsur-unsur tersebut maka sebuah
perusahaan akan dapat dinilai dalam konsistensi citranya. Apakah perushaan
tersebut memiliki citra postif atau negatif (Argenti, 2005, h.86).
c.
Stakeholder Relations
Sebuah perusahann yang memiliki citra
positif tentunya juga akan memiliki hubungan baik dengan pemerintah yang ada
disekitar perusahaan tersebut. Hubungan
yang baik antara perusahaan dan stakeholder yang ada dapat ditunjukkan dengan
cara perusahaan mendukung program yang dicanakan oleh pemerintah tersebut.
Menurut Preece et al (1995) hal yang dapat
digunakan oleh sebuah perusahaan untuk membangun hubungan baik dengan
stakeholder atau para pemangku kepentingan adalah adalanya situs iklan,
kampanye pemasaran konsumen, dan
pernyataan misi dan sponsorship sosial
hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk mempromosikan citra atau
reputasi mereka (Nkempu, 2010).
Menurut Rajshekhar et al (1994) sponsorship
merupakan hal yang digunakan sebagai
sarana meningkatkan citra perusahaan. Semakin, sebuah perusahaan melibatkan
sponsorship diberbagai kegiatan pentingnya, terutama dalam kegiatan sosial yang
bermanfaat bagi masyarakat, lingkungan, dan pembangunan negara maka semkin baik
pula pandangan stakeholder terhadap perusahaan tersebut (Nkempu, 2010).
d.
Internal Communication
Sebuah perusahaan akan dikatakan berhasil
jika perusahaan tersebut dapat menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat
ataupun menjaga komunikasi didalamnya anatara atasan dan juga bahawan yang
disebut dengan internal communication.
Jika didalam sebuah organisasi ataupun
perusahaan tidak dapat menjaga komunikasi internalnya dengan baik maka didalam
sebuah perusahaan tersebut akan terjadi konflik internal. Yang terjadi biasanya
didalam sebuah perusahaan atau organisasi jika terjadi konflik adalah pembagian
tugas terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu didalamnya,
pendelegasian tugas biasanya menjadi masalah serius jika tidak ditangani dengan
benar oleh seuatu perusahaan (Floyd & Lane, 2000).
Kemudian hal yang harus dilakukan sebuah
perusahaan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan cara melakukan
pembaharuan strategi didalam perusahaan tersebut. diantara banyak strategi yang
dapat digunakan salah satu alternatifnya adalah (Floyd & Lane, 2000): (1) Penyebaran
Kompetensi, (3) Modifikasi Kompetensi, dan (3) Definisi Kompetensi.
1.
Penyebaran Kompetensi
Menurut Hamel & Prahalad, (1989) ; Levinthal &
Maret, (1993); Mehra & Floyd, 1998) definisi kompetesi adalah proses dimana
manajer menggunakan sumber daya untuk memperkuat posisi pasar (Floyd & Lane,
2000).
2.
Modifikasi Kompetensi
Menurut Huff et al, (1992) adalah proses dimana manajer
mengenali kebutuhan yang diperlukan untuk merubah strategi, memepertayakan
strategi tersebut sudah tetaptkah atau belum, dan mendorong munculnya perilaku
adaptif (Floyd & Lane, 2000).
3.
Definisi Kompetensi
Definisi Kompetensi adalah subproses terakhir dimana manajer
mendorong eksperimen dengan keterampilan baru dan eksplorasi peluang pasar baru
(Floyd & Lane, 2000).
Subproses diatas merupakan hal yang dapat
dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk memperbaiki komunikasi internalnya yang
mengalami kekacauan. Komunikasi internal yang baik akan mendukung kekompakan
dan kerjasama antar tim yang baik dan dapat menunjang citra perusahaan agar
semakin baik di kalangan masyarakat. Seperti yang ada disalah satu perusahaan
retail yang ada di Yogyakarta dimana pemimpin retail tersebut memebrikan
loyalitas tinggi dengan mengusung kosep pemimpin transformatif kepuasan
karyawan, perhatian, dan penghargaan selalu diberikan oleh pimpinan kepada para
karyawannya. Sehingga karyawannya pun juga memberikan sikap sebaliknya kepada
perusahaan yang ditempatinya hal ini membawa dampak yang besar terhadap
penjualan produk retail tersebut akan memberikan citra positif di kalangan
masyarakat (Faraz & Fatimah, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Argenti,
Paul A. (2005). Komunikasi Korporat (5th ed). Jakarta: Salemba
Humanika
Faraz, N. J & Fatimah, P.
L. R. (2014). Assessment of Transformational Leadership, Employees’ Commitment,
Job Satisfaction and Organizational Citizenship Behavioral on Retail Business
Employee Yogyakarta- Indonesia. International journal of Science Commerce
and Humanities, 2 (2), 128-138.
Floyd, S. W & Lane, P. J.
(2000). Strategizing Throughout The Organization: Managing Role Conflict in
Strategic Renewal. Academy of Management
Review, 25 (1), 154-177.
Gurses, S & Kilic, K. C. (2013).
Corporate Image Aspect of Corporate Management in Helthcare Industry:
Definition, Measurement, and an Empirical Investigation. International Business Research, 6 (12), 31-45.
Mayer, J. D. (2004). The
Contemporary Presidency: The Presidency and Image Management: Discipline in
Pursuit of Illusion. Presidetial Studies
Quarterly, 34 (3), 620-631.
Nkempu, Z. L. (2010).
Communication in Image Building in The Experince Industry Case Study: Star Bowling
Planet AB. Master of Communication Thesis,
2-65.
Park, Whan C, Jaworski, J
Bernard, MacInnis & J Deborah. (1986). Stategic Brand Concept-Image
Management. Journal of Marketing, 50 (4), 135-145.
Satlita, L. (2004). Membangun Citra Positif Organisasi Melalui
Public Relations.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar